Skripsi
Analisis yuridis terhadap putusan hakim tentang nafkah iddah dan mut'ah bagi istri di pengadilan agama Bojonegoro
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT’AH BAGI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO (Study Putusan Perkara No. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut : (1) rnBagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara rnnafkah iddah dan mut’ah bagi istri (2) Bagaimana analisis hukum formil terhadap putusan hakim mengabulkan nafkah iddah dan mut’ah yang tidak diminta oleh istri. rnDalam hal ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, deskriptif dan menggunakan pola pikir deduktif yaitu pengkajian yang diperoleh atau dimulai dari kaidah-kaidah yang bersifat umum (berangkat dari teori secara umum) yaitu tata cara pemberian nafkah iddah dan mut’ah, yang mana hal ini sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni HIR/RBg dan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus tentang perkara pada putusan No. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn tentang pemberian nafkah iddah dan mut’ah, dalam hal ini apakah sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga rnmendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti dalam penelitian ini. rnHasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hakim PA bojonegoro dalam putusan perkara no. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn, tetap memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada istri meskipun dalam gugatannya pihak istri tidak meminta atau Hakim tidak rnmenuntut nafkah tersebut. Berpedoman pada pasal 178 HIR yakni “rndizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat”, rnselaku hukum formilnya. Akan tetapi, dalam pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Perkawinan yang menjadi dasar hukum hak (Ex Officio) hakim mempunyai hak opsi hakim yakni hak pilih hakim dapat menjalankan atau tidak menjalankan tergantung dari penilaian hakim di persidangan. Disisi lain, karena penyelesaian perkara cerai talaq ini diatur secara khusus (lex specialis) dalam rnberacara di Peradilan Agama, sehingga teknis pelaksanaan putusannya pun harus mengikuti aturan khusus yakni Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. rnSebaiknya hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya harus senantiasa mampu menyelesaikan dengan seimbang antara hukum formil dan materil. Meskipun dalam kasus cerai talak ini yang lebih diutamakan adalah hukum materilnya (lex specialis) tetapi hakim juga harus memperhatikan hukum formilnya juga guna rnmewujudkan rasa keadilan.
S-2013/AS/066 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain