Artikel
Corak Tasawuf al-Ghazali dan Relevansinya dalam Konteks Sekarang.
Tasawuf al-Ghazali- yang lebih bercorak khuluqi ‘amali telah menjadi anutan umat Islam secara luas, bahkan anutan bebrapa aliran dalam agama Yahudi dan Nasrani. Walaupun telah muncul tokoh seperti Ibn Rushd yang mengajukan sejumlah kritik terhadap al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din tampak terlalu kuat untuk didapatkan. Tulisan ini berusaha mengungkapkan pokok-pokok buah pikiran al-Ghazali dalam suasana kontemporer dan menemukan bahwa di tengah dunia kotemporer Islam yang penuh dengan corak dan ekspresi keberislaman yang keras dan tandus, pikiran-pikiran sufistik al-Ghazali sepereti menemukan relevensi dan signifikansi untuk hadir kembali. Ia menygukan konsep cinta (mahabbah), tauhid (monoteisme), makhafah (takut), dan ma’rifah (pengetahuan,), Menurut al-Ghazali, cinta kepada Allah harus mewujudkan dalam bentuk cinta kepada seluruh makhluk Allah. Bahwa siapa menyayangi Allah dengan sendirinya menyayangi makhluk-makhluk ciptaan Allah. Dari konesp tauhid ini lahir misalnya semangat untuk menyatu dengan Allah dengan cara membersihkan diri dari dosa melalui medium tobat (tawbah), tak terpikat pada hareta dunia (zhuhud) karena khawatir terjauh dari Allah, menyerahkan segala urusan kepada Allah.(tawakkul), rela terhadap keputusan dan ketentuan Allah (rida). Tangga-tangga spiritual ini sekiranya dijalankan secara konsisten akan mengantarkan seseorang pada derajat mengetahui Allah (ma’rifat Allah). Ditengah masyarakat modern yang kerap merasa teralienasi, kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din seperti Oase yang menyejukkan.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain