Skripsi
Analisis maslahah mursalah terhadap pandangan fuqoha’ dan pakar medis tentang berhubungan badan dengan isteri yang istihadah (watu al-mustahadah)
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan bagaimana pandangan fuqoha>’ dan pakar medis tentang berhubungan badan dengan isteri yang istih}a>d{ah (wat}’u al-mustah}a>d}ah) serta bagaimana analisis mas}lah}ah mursalah terhadap pandangan fuqoha>’ dan pakar medis tentang wat}’u al-mustah}a>d}ah itu sendiri.rnUntuk menjawab permasalahan di atas, penulis melakukan penelitian langsung dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan dokter spesialis kandungan (obgyn). Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analitis melalui pola pikir deduktif. rnHasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan di kalangan fuqoha>’ mengenai berhubungan badan dengan isteri yang istih{a>d{ah (wat{‘u al-mustah{a>d{ah), pendapat yang pertama (jumhur ulama) menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan dengan beberapa alasan, salah satunya yaitu dalam surat al-Baqarah ayat 222 hanya dijelaskan tentang larangan menggauli isteri yang sedang h{aid{. Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa berhubungan badan dengan isteri yang istih{a>d{ah itu dilarang, alasannya yaitu dalam darah h}aid} dan istih{a>d{ah sama-sama mengandung penyakit, jadi keharaman menggaulinya juga tetap. Menurut pakar medis, istih}a>d}ah itu bisa disebabkan oleh kelainan organik (patologik) maupun sistemik, sehingga, melakukan hubungan badan ketika isteri sedang istih{a>d{ah bisa menyebabkan infeksi pada si isteri lebih parah dan juga bisa menularkan penyakit tersebut kepada suami.rnSejalan dengan kesimpulan diatas, maka berhubungan badan ketika isteri sedang istih{a>d{ah sebaiknya dihindari. Meskipun jumhur ulama memperbolehkan, akan tetapi jika ditinjau dari segi kesehatan hal tersebut sangat membahayakan bagi suami isteri. Tidak hanya bisa menyebabkan penyakit yang ada pada si isteri bertambah parah, akan tetapi juga bisa menyebabkan penyakitnya menular ke suami. Demi menghindari kemudharatan dan mencapai kemaslahatan bersama, maka sebaiknya suami tidak melakukan hubungan badan ketika si isteri sedang mengalami istih{a>d{ah. Hal tersebut bisa diganti dengan melakukan istimta>‘ (bersenang-senang) sebagaimana pada isteri yang sedang h}aid}, yaitu dengan tidak menyinggung daerah antara perut sampai lutut.rn
S-2014/AS/085 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain