Skripsi
Analisis yuridis terhadap tidak diterapkannya kewenangan Ex Officio hakim tentang nafkah selama iddah dalam perkara cerai talak : Studi putusan nomor: 1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg
Skripsi ini adalah hasil penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Nomor: 1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan yaitu, bagaimana dasar pertimbangan Hakim terhadap tidak diterapkannya kewenangan ex officio Hakim tentang nafkah selama iddah dalam perkara cerai talak dan bagaimana analisis yuridis terhadap tidak diterapkannya kewenangan ex officio Hakim tentang nafkah selama iddah dalam perkara cerai talak.rnData penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik studi dokumenter yaitu mengumpulkan data dan informasi dari putusan, buku sekunder, artikel dan Undang-Undang dan sebagai pengayaan data dilakukan tehnik wawancara. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis menggunakan metode verifikatif yaitu menilai putusan cerai talak di Pengadilan Agama Malang yang berkaitan dengan tidak diterapkannya kewenangan ex officio Hakim tentang nafkah selama iddah dalam perkara cerai talak untuk memperoleh kesimpulan.rnHasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pertama, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang tidak menerapkan kewenangan ex officio Hakim adalah karena tidak ada tuntutan dari pihak istri (Termohon) dan pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dasar hukum tidak diberikannya nafkah iddah yaitu pasal 24 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 dijelaskan bahwa Hakim dapat menentukan nafkah yang harus ditanggung suami jika ada permohonan Penggugat atau Tergugat. Kedua, setelah dianalisis secara yuridis tidak diterapkannya kewenangan ex officio Hakim tentang nafkah selama iddah dalam perkara cerai talak ini, tidak sesuai dengan pasal 149 huruf (b) KHI dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/Sk/IV/2006 tentang pemberlakuan buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Edisi Revisi 2010) menjelaskan bahwa pengadilan secara ex officio dapat menetapkan kewajiban nafkah iddah atas suami untuk istrinya, sepanjang istrinya tidak terbukti berbuat nusyuz dan menetapkan kewajiban mut’ah. Dalam putusan Ketua Mahkamah Agung tersebut, tidak bertentangan dengan pasal 178 ayat (3) HIR, bahwa Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut. Selain itu dalam pasal 149 huruf (a), (b) dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan bahwa perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib memberikan nafkah iddah kepada bekas istri. rnBerdasarkan kesimpulan di atas, hendaknya Hakim lebih bijaksana dalam memutus perkara cerai talak. Hakim harus tetap menggunakan kewenangan ex officionya meskipun tidak ada tuntutan dari pihak yang berperkara, agar hak-hak istri yang di dapat pada saat terjadinya perceraian dapat diberikan sesuai dengan rasa keadilan.rn
S-2014/AS/114 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain