Skripsi
Hukum Islam tentang upah pekerja pada perusahaan rokok
Penelitian ini didasari atas perbedaan fatwa tentang hukum rokok, antara rnhalal, haram, dan makru>h. Dengan adanya perbedaan fatwa tentang hukum rokok rntesebut, masih memberikan gambaran yang belum jelas tentang bagaimana upah dari rnhasil bekerja sebagai petani, buruh, pekerja pada perusahaan yang berhubungan rndengan rokok. Oleh sebab itu, perlu kiranya diadakan penelitian terkait dengan rnbagaimana hukum upah pekerja pada perusahaan rokok ?, dengan judul skripsi rn“Hukum Islam Tentang Upah Pekerja Pada Perusahaan Rokok”. rnRumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana rnhukum Islam tentang upah dan realitas upah pekerja pada perusahaan rokok ?, 2) rnBagaimana hukum Islam tentang rokok ?, dan 3) Bagaimana hukum upah pekerja rnpada perusahaan rokok dalam perspektif hukum Islam?. rnPenelitian ini termasuk jenis penelitian library research, maka dalam rnpenulisan skripsi ini, penulis melakukan pengumpulan data lewat studi dan rnpenelitian kepustakaan terhadap buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan rnyang sedang penulis kaji. Dalam menganalisis penelitian ini, penulis menggunakan rnmetode deskriptif verifikatif dan analisis isi yang berusaha menggambarkan, rnmenganalisis, menilai data yang terkait dengan masalah. rnHasil yang didapat dari penelitian ini adalah fatwa hukum rokok menurut rnmudha>rat, rnMuhammad Jamil Zainu adalah haram karena rokok memiliki banyak rnseperti semua hal yang membahayakan diri, mencelakakan orang lain dan rnmenghambur-hamburkan harta adalah hal yang haram. Berbeda dengan fatwa hukum rnrokok menurut M. Nasim Fauzi adalah halal karena rokok memiliki banyak manfaat. rnBahan utama pembuatan rokok yaitu nikotin menurut M. Nasim Fauzi berguna rnuntuk mencegah dan menyembuhkan beberapa penyakit, seperti: menunda timbulnya rnpenyakit Parkinson, menperbaiki gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactivity rnDisorder) dll. Sedangkan fatwa menurut Ihsan Jampes merokok adalah makru>h. rnkarena rokok memiliki manfaat, dan kebolehan merokok dibarengi dengan rnkemakru>hannya, karena status yang menempel pada rokok bukan disebabkan oleh rndzat rokok, melainkan ada unsur yang lain. Dari fatwa-fatwa tersebut bisa diambil rnkesimpulan bahwa hukum rokok lebih kemakru>h. karena rokok memiliki manfaat rnbegitu juga mudha>ratnya. rnKesimpulannya, jika hukum rokok makru>h maka upah hasil bekerja yang rnberhubungan dengan rokok, seperti: petani tembakau, buruh pabrik, dan pekerja pada rnperusahaan rokok juga makru>h. Mengacu pada kaidah fiqh “Jika barang yang dijual rnharam maka upahnya juga haram”. Maka di sini dimunculkan kaidah : “ Jika barang rnyang dijual makru>h maka upahnya juga makru>h ’’.
S-2014/M/001 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain