Skripsi
Jaminan dalam pembiayaan murabahah emas dalam perspektif hukum Islam : Studi kasus di BNI Syariah kantor cabang pembantu Gresik
Skripsi yang berjudul “Jaminan dalam pembiayaan mura>bah{ah emas dalam perspektif hukum Islam (studi kasus di BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Gresik)” ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana mekanisme pengambilan jaminan dalam pembiayaan mura>bah}ah emas di BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Gresik dan bagaimana jaminan dalam pembiayaan mura>bah}ah emas di BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Gresik dalam perspektif hukum Islam. rnData penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara, ditambah kajian dokumen, yang bertujuan untuk menggali data, dan juga untuk mengungkap makna yang terkandung dalam latar penelitian yang terjadi di lapangan. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang bagaimana mekanisme pengambilan jaminan dalam pembiayaan mura>bah}ah emas di BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Gresik.rnDari hasil penelitian di lapangan, BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Gresik dalam melaksanakan pembiayaan mura>bah{ah emas menggunakan dua akad, yaitu mura>bah{ah dan rahn. Pihak BNI Syariah menetapkan jaminan dalam pembiayaan mura>bah{ah emas yaitu benda yang dijadikan sebagai objek jual beli dijadikan sebagai jaminan. Hal ini tidak dilarang karena bank mempunyai payung hukum yaitu fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai dan SEBI Nomor :14/16/Dpbs perihal produk pembiayaan kepemilikan emas bagi bank syariah dan unit usaha syariah. Namun jika dilihat secara cermat karakteristik dari mura>bah{ah itu sendiri mengharuskan benda yang dijadikan sebagai objek jual beli diserahkan kepada pihak pembeli, sedangkan dalam rahn mengharuskan adanya penahanan benda pada objek rahn oleh pihak murtahin. Dengan adanya konsekuensi kedua akad yang bertentangan ini maka, hal tersebut menyebabkan tertahannya objek jual beli dan pihak pembeli tidak bisa mentasharrufkannya. Menurut ulama’ Syafi’iyah praktik tersebut akan menangguhkan penyerahan barang yang dijual. Padahal jual-beli yang mensyaratkan penangguhan penyerahan barang yang dijual statusnya batil. Selain itu jual-beli juga meniscayakan terjadinya pemindahan manfaat barang yang dibeli kepada pembelinya, sebagaimana pemindahan hak miliknya. Jika barang yang dibeli/dijual tersebut dijadikan agunan, maka manfaatnya jelas tidak bisa dipindahkan, sehingga jual-beli seperti ini jelas-jelas batil.rnMaka penulis menyimpulkan cara jual beli diatas tidak terpenuhinya unsur pemindahan manfaat dari barang yang dibeli, sehingga menurut ulama’ Syafi’iyah pelaksanaan praktik tersebut hukumnya adalah batil. Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran bahwa diharapkan benda yang dijadikan sebagai objek dari jaminan dalam pembiayaan mura>bah{ah tersebut adalah benda milik nasabah atau pembeli selain dari objek jual beli tersebut.rn
S-2014/M/037 | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain