Artikel
PEMUSNAHAN BARANG ILEGAL DI ACEH DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2006 DAN HUKUM ISLAM
Dewasa ini masuk dan keluarnya barang ilegal di suatu negara sering terjadi, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Bea Cukai No. 17 Tahun 2006 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995. Jika barang impor tidak memenuhi persyaratkan maka barang tersebut termasuk barang ilegal. Kejadian di lapangan perlakuan terhadap barang ilegal dimusnahkan dengan cara membakar, atau dengan cara memasukan di dalam gudang dengan waktu yang lama yang menyebabkan rusaknya barang, kemudian dimusnahkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pasar yang terjadi ketika barang ilegal masuk, dan untuk mengetahui konsep kemaslahatan yang diajarkan Islam terhadap perlakuan barang ilegal yang zatnya halal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi kerugian efek pasar terhadap masuknya barang ilegal, disebabkan karena tidak terlalu banyak yang masuk atau tidak habis terdata oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu, barang ilegal lebih maslahah jika diserahkan ke Baitul Mal. Dengan demikian Baitul Mal menjadi wali atas barang ilegal dan hasilnya diberikan pada ashnaf-ashnaf yang membutuhkan sebagaimana tercantum pada Qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal dan fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, dengan menjual dengan harga lebih murah dari harga pasar apabila kalangan pembelinya orang kurang mampu atau digratiskan saja kepada mereka, atau sesuai harga pasar apabila pembelinya masyarakat umum.
Isl 20160434 | J 297.05 Isl | Perpustakaan A. Yani | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain